Sudah Amankah Satuan Pendidikan di Indonesia?


Iklim keamanan sekolah atau satuan pendidikan menjadi hal yang sangat penting untuk kelancaran pembelajaran. Iklim keamanan tidak hanya dilihat dari aspek fisik saja. Namun juga aspek sosio emosional. Sekolah yang aman dari kedua aspek tersebut maka akan menyebabkan keamanan, kenyamanan dan ketenangan dalam proses pembelajaran.

Namun kenyataannya di beberapa kabar dunia maya sering tersiar bahwa ada satuan pendidikan yang diwarnai dengan perundungan, kekerasan seksual, dan penyalahgunaan narkoba. Baik itu terjadi pada peserta didik, guru atau warga sekolah lainnya.

Tentu saja fenomena ini membuat orang tua, pendidik dan masyarakat prihatin. Peserta didik yang seharusnya berkarakter yang baik, malah terjadi hal yang sebaliknya. Guru yang seharusnya bisa membimbing peserta didik dengan nyaman, namun terancam oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan dan sebagainya.

Menjaga iklim keamanan satuan pendidikan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba di kemudian hari patut diperjuangkan oleh satuan pendidikan dan semua pihak.

Seperti yang saya paparkan di depan bahwa iklim keamanan satuan pendidikan meliputi keamanan fisik dan sosio emosional. Wujud dari keamanan fisik jika sudah ada aturan dan fasilitas yang disediakan untuk menjamin keamanan seluruh warga misalnya adanya kebijakan mengenai penanggulangan kekerasan sekolah, tersedianya sarana prasarana yang membuat nyaman penyandang disabilitas.

Di sisi lain, keamanan sosio emosional berwujud sikap, perilaku, ucapan yang membuat peserta didik dan warga sekolah menjadi nyaman dan tenang dalam menjalani proses pembelajaran.

Untuk menentukan iklim keamanan sekolah, para pendidik atau kepala satuan pendidikan bisa berpijak pada empat pertanyaan; bagaimana keadaan satuan pendidikan saya? Apakah terdapat kasus kekerasan? Apakah rekan pendidik dapat mengajar dengan nyaman? Apakah sudah ada kebijakan terkait keamanan di satuan pendidikan?

Iklim keamanan sekolah harus benar-benar diperhatikan oleh warga sekolah. Jika tidak, maka akibatnya para peserta didik bisa terjerat narkoba atau terlibat kriminalitas.

Sebagai guru harus mengetahui apa itu narkoba. Sebagaimana dalam survey prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia tahun 2021, pengguna narkoba dari siswa mencapai 9,2% dari seluruh pengguna di Indonesia. Pengguna tersebut tidak hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga di pedesaan.

Narkotika (UU no 35 tahun 2009) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Apabila peserta didik mengonsumsi narkoba maka akan berdampak buruk seperti perubahan sikap pada peserta didik seperti tingkah laku dan kepribadian; emosi tak terkontrol, perilaku menyimpang, turunnya prestasi dan kedisiplinan, pergaulan bebas, kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh, dan gangguan mental.

Fakta menyebutkan bahwa pada usia sekolah, ada kerentanan untuk penggunaan narkoba. Berdasar Laporan Indonesia Drugs Report tahun 2022, tercatat sebanyak 1,87% adalah orang yang berusia antara 15-24 tahun.

Sebagai guru tentu tidak menginginkan angka kerentanan tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berawal dari ketidaknyamanan belajar di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat bisa mendorong remaja menjadi pribadi adiksi.

Apa itu pribadi adiksi? Adiksi merupakan ketergantungan psikologis atau kecanduan pada suatu zat ningga tidak bisa memiliki kendali terhadap diri sendiri.

Tahap seseorang bisa terjerat pada zat tersebut memang bertahap, mulai dari tahap awal, tahap memakai dan tahap ketergantungan. Pada tahap awal, remaja hanya mencoba-coba. Kemudian jika ada kesempatan bisa masuk ke tahap memakai, di mana dia mengonsumsi zat tersebut dengan dosis dan sering dilakukan.
Sedang tahap ketergantungan, pemakai atau pengguna tentu sudah sangat sulit untuk lepas dari zat tersebut. Pada tahapan ini si pengguna bisa melakukan hal-hal yang membahayakan sampai kematian.

Lalu kenapa bisa muncul kerentanan itu? Setidaknya ada tiga faktor yang memunculkan kerentanan terhadap penggunaan narkoba.

Pertama lingkungan keluarga. Jika orang tua menggunakan zat terlarang maka bisa menurun ke anak keturunannya. Karenanya sebagai orang tua harus benar hati-hati agar tidak menggunakan zat tersebut demi buah hati. Bagaimana pun masa depan buah hati sangat panjang. Jangan sampai masa depan mereka hancur.

Kedua faktor lingkungan. Lingkungan di sini meliputi lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan, lingkungan masyarakat di mana mereka bersosial. Ada baiknya anak-anak dibekali kesadaran untuk memilih teman yang baik. Bukan berarti membedakan teman.

Ketiga, faktor lainnya. Misalnya kemudahan dalam memeroleh zat haram tersebut. Tentu ini butuh kerjasama dengan pihak yang memiliki kewenangan untuk mencegah peredaran narkoba.

Bahaya narkoba sudah masuk ke lingkungan sekolah. Semua pihak harus bergerak agar tidak merugikan generasi penerus bangsa. Generasi yang bebas dari narkoba akan menciptakan iklim keamanan sekolah. Sebaliknya iklim keamanan sekolah juga bisa mencegah angka pemakai narkoba di sekolah yang notabene peserta didik.

Kita sadari betapa pentingnya iklim keamanan sekolah bagi perkembangan pendidikan dan kemajuan bangsa. Jika tak ada peserta didik yang menjadi pengguna narkoba, maka lingkungan sekolah bisa lebih aman dan nyaman. Selain ditambah dengan aspek fisik dan sosio emosional yang menunjang.
____
Melikan, 31 Januari 2024


*) artikel telah tayang di Kompasiana dengan akun Zahrotul Mujahidah

Peran Satuan Pendidikan dalam Upaya Mencegah Penyalahgunaan Narkoba



Dalam sebuah penelitian tercatat bahwa sebanyak 9,2 % peserta didik terlibat penggunaan narkoba. Tak hanya di kota, di pedesaan juga sudah banyak pengaruh narkoba yang masuk.

Melihat kenyataan tersebut sudah barang tentu menjadi PR bagi satuan pendidikan untuk mencegah penyalahgunaan narkoba. Tujuannya agar peserta didik bisa lebih fokus dalam belajar dan masa depan mereka lebih terarah karena jika peserta didik sudah mencoba atau bahkan tergantung dengan narkoba, masa depan mereka akan gelap.

Lalu langkah apa yang bisa dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai wadah belajar peserta didik yang formal, di tengah keterbatasan waktu di sana, dan selebihnya peserta didik berada di rumah atau lingkungan pergaulan?

Setidaknya ada beberapa hal yang bisa ditempuh oleh satuan pendidikan dalam rangka mencegah penyalahgunaan narkoba bagi peserta didik.

#Berkolaborasi dengan keluarga
Hal ini mengingat bahwa keluarga adalah guru pertama bagi peserta didik. Karenanya mereka harus dilibatkan untuk pencegahan masuknya pengaruh narkoba yang rentan dilakukan remaja.
Pihak satuan pendidikan bisa bekerjasama untuk memastikan bahwa di lingkungan rumah benar-benar aman dari narkoba. Tentu saja keluarga harus menciptakan kondisi yang positif bagi anak-anak. Dengan demikian anak-anak akan merasa nyaman bersama keluarga, merasa diperhatikan dan disayangi oleh orang tua. Dampaknya akan sangat baik bagi perkembangan emosi anak-anak. Mereka tidak akan salah pergaulan karenanya.
Kemudian dari pihak satuan pendidikan sendiri harus berperan aktif untuk selalu berkomunikasi dengan orang tua peserta didik. Bisa juga melakukan open house, home visit, memanfaatkan telepon, website, email. Langkah ini sebagai sarana keterbukaan antara satuan pendidikan dan orang tua peserta didik. Layanan ini didukung dengan sikap ramah kepada orang tua yang melakukan aduan, atau komunikasi.
Sesekali diprogramkan pula pelatihan ketahanan bebas narkoba bagi orang tua peserta didik. Dalam hal ini satuan pendidikan menyediakan sumber belajar bagi orang tua peserta didik.
Setelah terjadi atau dilaksanakan pendidikan pelatihan ketahanan bebas narkoba maka perlu dilakukan evaluasi berkala. Apakah program berjalan baik? Apakah program berdampak baik bagi peserta didik? Apakah hal yang perlu ditingkatkan dalam program yang telah dilaksanakan?

#Berkolaborasi dengan masyarakat atau komunitas
Kolaborasi ini diperlukan karena peserta didik bergaul tak hanya di rumah atau sekolah. Mereka bersosial di masyarakat atau komunitas-komunitas yang “sefrekuensi” dengan pola pikirnya.
Untuk berkolaborasi dengan masyarakat atau komunitas bisa debag strategi sebagai berikut, penyebaran informasi akan bahaya narkoba dan dampaknya bagi kesehatan dan masa depan remaja.
Penyebaran informasi ini dibarengi dengan edukasi yang melibatkan tenaga profesional seperti psikolog, psikiater, dokter dan sebagainya.
Jangan lupa untuk menggunakan strategi alternatif bagi peserta didik. Strategi ini bisa dengan memanfaatkan seni, budaya dan yang sejenis untuk pembentukan karakter peserta didik. Tujuan utamanya agar peserta didik memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang positif. Bukan malah salah pergaulan atau melakukan niretika yang merugikan masa depannya.
Dalam pengimplementasiannya, satuan pendidikan bisa menyiapkan program Murid Hebat Tanpa Narkoba. Dalam program tersebut dilaksanakan beberapa kegiatan seperti seminar kesehatan, penyuluhan penanganan penyalahgunaan narkoba, pameran hasil projek peserta didik, pameran karya lukisan mural tentang bahaya narkoba, outbound kepemimpinan, kampanye jauhi narkoba serta pentas seni daerah atau kegiatan positif lainnya.

#Satuan Pendidikan Menyediakan Layanan BK
Sudah barang tentu satuan pendidikan ada layanan BK, sekalipun di tingkatan SD yang tidak memiliki guru BK. Tujuan dari layanan BK ini adalah sebagai akomodasi bagi peserta didik agar mereka tahu akan dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya serta cara mengatasi permasalahan yang bisa muncul. Sifat dari layanan BK ini adalah sebagai upaya preventif segala tindakan negatif peserta didik.
Layanan yang dilakukan meliputi layanan dasar, layanan responsif dan layanan peminatan.
Layanan dasar contohnya pemberian perhatian ketika melihat atau mengobservasi peserta didik yang bersikap lain dari biasanya. Segala hal digali oleh guru. Tentu harapannya agar peserta didik kembali seperti sedia kala.
Sementara layanan responsif adalah layanan prioritas yang diperuntukkan bagi peserta didik yang memiliki permasalahan besar sehingga mengganggu perilaku sehingga berdampak buruk pada konsentrasi belajar peserta didik.
Sedangkan layanan peminatan adalah layanan bagi peserta didik untuk mengembangkan bakatnya masing-masing, baik bakat dalam kesenian, budaya, teknologi dan sebagainya. Apabila bakat itu tersalurkan dengan baik maka jiwa peserta didik akan lebih fresh dan tidak tertekan dan jauh dari pengaruh pergaulan bebas dan narkoba.

Pada dasarnya menjadi tanggung jawab bersama untuk mencegah penyalahgunaan narkoba bagi peserta didik atau remaja. Karenanya kolaborasi antara satuan pendidikan, orang tua, masyarakat atau komunitas sangat dibutuhkan secara berkesinambungan dan menyeluruh.



*) Artikel telah tayang di Retizen Republika dengan akun Zahrotul Mujahidah